BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Manajemen
Sekolah
Manajemen dapat diartikan sebagai
administrasi, dan pengelolaan. Di berbagai lieteratur dalam fungsi pokoknya
acap kali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang sama.
Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa manajemen pendidikan mengandung
arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan
komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Mulyasa (2002) memberi penjelasan
mengenai istilah manajemen yang menurutnya mempunyai arti yang sama dengan
pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan
dapat diwujudkan secara optimal, efektif
dan efisien. Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan
terwujud secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen
berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur
segala hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah
maupun tujuan pendidikan.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah
manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:
a.
Merencanakan (planning),
b.
Mengorganisasikan (organizing),
c.
Mengarahkan (directing),
d.
Mengkoordinasikan (coordinating),
e.
Mengawasi (controlling)
f.
Mengevaluasi
Menurut Gaffar (1989) mengemukakan
bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang
sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
2.
Manajemen berbasis sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia
tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan
sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51
ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah.
MBS
merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan
seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada
pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah.
Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan
dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan
tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia,
2009)
MBS
juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti
meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal
dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah
utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi
perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi
penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
Tantangan
praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara
kolaboratif melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang
tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun
informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk
mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan bersama. Pelaksanaannya
selalu berlandaskan usaha meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu
sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam
menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang
diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.
Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang
bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi
dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal
penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua
berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
3.
Tujuan penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
MBS bertujuan untuk meningkatkan
keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya
adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan
siswa, memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta
harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA adalah melayani siswa agar
dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan dapat memenuhi syarat kompetensi
untuk dapat hidup mandiri. Siswa memiliki kompetensi sehingga dapat hidup
dengan mangandalkan potensi dirinya secara kompetitif. Mutu sekolah ditentukan
oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu lulusan sesuai dengan
syarat yang ditentukan bersama. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan
oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Kejelasan tujuan merupakan prasyarat
efektifnya sekolah. Kriteria mutu yang digambarkan dengan sejumlah
kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang jelas menjadi bagian penting
yang perlu sekolah rumuskan. Keuntungan dengan memperjelas indikator dan
kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan
strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja. Tujuan
MBS adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena,
dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas,
jelas indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih
terarah.
Lebih dari itu dengan proses pengambilan
keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan siswa belajar. Dilihat
dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS berarti meningkatkan standar
kinerja belajar siswa melalu pengambilan keputusan bersama, meningkatkan
partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi
agar lebih akuntabel. Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan
bersama merupakan dasar penting dalam melaksanakan MBS. Partisipasi seluruh
pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk
meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan
standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi
target sekolah.
4.
Manfaat
penerapan Manajemen Berbasis Kompetensi (MBS)
Penerapan
MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik
dari penerapan MBS sebagai berikut :
- Memungkinkan orang-orang
yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan
pembelajaran.
- Memberi peluang bagi seluruh
anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
- Mendorong munculnya kreativitas dalam
merancang bangun program pembelajaran.
- Mengarahkan kembali sumber daya yang
tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
- Menghasilkan rencana anggaran yang lebih
realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan
sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
- Meningkatkan motivasi guru
dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
5.
Syarat
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Perlu
diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi,
manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini
ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat,
khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan,
kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan.
Dengan
kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.
- MBS harus mendapat dukungan
staf sekolah.
- MBS lebih mungkin berhasil
jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil. - Staf sekolah dan kantor dinas
harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus
belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
- Harus disediakan dukungan
anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu
secara teratur.
- Pemerintah pusat dan daerah
harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah
selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
6.
Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Penerapan MBS sebagai salah satu model manajemen strategik
dalam sistem pengelolaan pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan
mutu pendidikan yang berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang
perlu sekolah lakukan:
- Merumuskan
dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator
dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
- Menetapkan
strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang
diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum,
kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan
pembiayaan.
- Meningkatan
daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan
internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal.
Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting
dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
- Meningkatkan
efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab
masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama
memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.
- Meningkatkan
daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai
bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya
partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam upaya peningkatan mutu MBS
sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan
misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan
indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua
pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan
mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan
dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu
termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan kecukupan
standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah wujudkan. Sekolah
yang efektif memiliki dokumen program yang telah disepakati bersama dan
semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-masing.
Untuk mendukung efektifnya empat
tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang
beberapa hal berikut :
a.
Mendeskripsikan lulusan dengan
indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum,
kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
b.
Meningkatkan keberdayaan
sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan
keputusan.
c.
Menyediakan infomasi yang
perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat
melaksanakan tugasnya secara optimal.
d.
Meningkatkan kegiatan
sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi
secara transparan dan akuntabel.
e.
Meningkatkan kekerapan dan
kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
f.
Mengembangkan tim pengembang mutu
yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan
eksternal.
g.
Mempersiapkan instrumen
pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan
indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan
yang disepakati.
h.
Melaksanakan
pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan
evaluasi hasil.
i.
Menyusun pertanggung jawaban
program secara transparan dan akuntabel.
j.
Melakukan perbaikan
berkelanjutan.
7.
Hambatan
Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Beberapa
hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS
adalah sebagai berikut :
a.
Tidak
Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan
kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak
berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah
beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam
hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan
guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek
lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses
penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
b.
Tidak
Efisien
Pengambilan keputusan yang
dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali
lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan
sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan
pada hal-hal lain di luar itu.
c.
Pikiran
Kelompok
Setelah beberapa saat bersama,
para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi
hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain.
Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya
karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat
inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena
keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
d.
Memerlukan
Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan
kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model
yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara
kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
e.
Kebingungan
Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat
kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini
mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang
berkepentingan.
f.
Kesulitan
Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit
dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif
dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke
tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan
sekolah.
8.
Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Konsep
MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam
pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar
meningkatkan mutu pendidikan.
- Salah satu strategi adalah
menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni
peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk
masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah
harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS.
- Membangun budaya sekolah
(school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk
membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang
dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang
sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet,
leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah.
- Pemerintah pusat lebih
memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka
monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan
block grant yang diterima sekolah.
- Mengembangkan model program
pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang
lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model
pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih
memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama
berupa penataran MBS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar